April 06, 2011

EQUALIZER

 Equalizer secara umum dapat dibagi dua, yaitu graphic dan parametric. Graphical EQ banyak dipakai pada Equalizer rumahan, sedangkan yang banyak kita pakai dalam dunia audio engineering adalah parametric EQ.

Parametric EQ memiliki tiga buah parameter yang dapat disetel yaitu:

  • Center frequency : Frequency tengah yang ingin anda cut / boost

  • Gain : jumlah cut / boost dalam satuan dB

  • Q Factor : Lebar atau sempit nya bandwith dari frequency yang di cut / boost

Q factor: semakin tinggi angka nya, semakin sempit frequency yang terkena. Semakin rendah Q nya, semakin lebar frequency yang kena.

               Selain Bell Shape EQ yang dapat kita tentukan Q nya, kita mengenal juga yang namanya Shelving EQ. Pada shelving EQ, bandwith dan center frequency tidak lagi relevan. Sebagai ganti nya f di deskripsikan sebagai cut-off frequency, dan g adalah slope nya.

Low Shelf EQ: Semua frequency dibawah f yang kita tentukan akan terkena boost / cut

High Shelf EQ: Semua frequency diatas f yang kita tentukan akan terkena boost / cut

High Pass EQ: Semua frequency dibawah f yang kita tentukan akan dipotong / dibuang.

Low Pass EQ: Semua frequency diatas f yang kita tentukan akan dipotong / dibuang.

EQ sebaiknya digunakan sesudah proses tracking. Artinya, pada saat merekam suatu suara, baik itu vocal, atau gitar, dianjurkan untuk tidak meng EQ nya terlebih dahulu. Biasakanlah untuk mencari sound yang terbaik pada saat merekam. Mungkin dengan merubah letak microphone, mengganti microphone nya, atau alat musik nya. Yang harus diingat, anda tak dapat mem boost/cut apa yang tidak ada dari awal nya.

Low Cut Filter: Digunakan ketika merekam vocal dengan jarak dekat. Karena ada nya proximity Effect, juga menjaga getaran2 spt dari kaki, AC, dll nya.

Apabila anda terpaksa meng EQ lebih dari 9 dB, apabila mungkin, cobalah untuk merubah posisi microphone atau men tune alat musik anda untuk mendapatkan sound yang diinginkan.Apabila anda kebagian job mixing sementara orang lain yang men track nya, maka anda mau tak mau terpaksa menggunakan EQ. Dalam hal inicobalah untuk menghindari penggunaan lebih dari 9 dB. Penggunaan EQ, terutama saat mem boost nya, memiliki efek samping yaitu phase shifting. Lebih baik utk meng cut, karena efek samping nya tidak sebesar mem boost.

Gunakan "cut" utk menghilangkan frequency yg bermasalah atau membuat sound menjadi lebih baik. Gunakan "boost" utk merubah warna dari sound.

          Natural EQ

Asli nya di alam, frequency yang ber energy rendah adalah high frequency. Jadi nya pada jarak yang jauh, yang pertama kali hilang adalah high frequency nya. Sebagai contoh: Apabila kita mendengar suara drum dari ruangan sebelah, suara kick drum ( low frequency )dapat menembus tembok karena memiliki energy lebih dibandingkan dengan suara cymbal ( High Frequency ). Teori ini kita pergunakan sewaktu mixing dan ingin membuat beberapa instrument terdengar lebih jauh.

           Penggunaan EQ

Penggunaan EQ sebenarnya dapat menurunkan kualitas dari sound. Oleh karena itu sangat dianjurkan untuk mencari sound yang diinginkan dari awal nya. Ingatlah bahwa anda tak dapat meng-cut atau boost frequency yang tidak ada dari awal nya. Sebagai contoh, apabila seseorang menaruh bantal diantara beater kick drum dan microphone, maka bagaimanapun anda mem-boost atau meng-cut frequency, maka tetap tak akan mendapatkan sound yang diinginkan.

Jangan meng EQ instrument utk menjadikan nya terdengar enak dalam solo, tetapi bagaimana membuat instrument itu terdengar baik di dalam mix. Contoh nya: Full Range gitar solo terdengar enak waktu solo, tapi mungkin akan menabrak instrument lain nya dalam mix.

                EQ biasa digunakan untuk:

  • Merubah warna dari sound

  • Memisahkan dua instrument yang frequency nya bertabrakan

  • Menyingkirkan frequency kotor yang mengganggu

  • Mastering

Frequency dapat dibagi atas:

  • Very Low yaitu dari sekitar 80 Hz kebawah

  • Low sekitar 80 Hz - 350 Hz

  • Low Midrange sekitar 350 Hz - 2 kHz

  • High Midrange sekitar 2 kHz - 6 kHz

  • High yaitu sekitar 6 kHz keatas

Penggunaan EQ untuk pemula:

  • G nya tidak melebihi 9 dB

  • Q nya berkisar sekitar 1.5

  • Frequency dibawah 150 Hz gunakan Low Shelf EQ

  • Frequency diatas 8 kHz gunakan High Shelf EQ

Apabila mungkin cobalah untuk mixing tanpa mempergunakan terlalu banyak EQ. Selain lebih hemat waktu, juga sound yang dihasilkan akan jauh terdengar lebih natural. Cobalah untuk terlebih dulu mixing sebaik-baik nya dengan hanya mengatur volume fader dan reverb. Mungkin sekali anda akan merasakan hasil yang natural dan terbuka (lebar).

Panduan Dasar Equalisai


Semoga Bermanfaat

1. Bass guitar
Boost 100-200 Hz :: add body
Boost 500-800 Hz :: raspy sound
Boost 700-1000 Hz :: fill out thin sound
Boost 2-5 kHz :: add impact & an edge
Cut 4-5 kHz :: eliminate pick noise

2. Drums
Boost 80-250 Hz :: add fullness
Cut 300-500 Hz :: clean up the sound
Boost 5 kHz :: add crispness

3. Kick
Boost 50-80 Hz :: depth & rounded sound
Boost 250 Hz :: fullness
Cut 200-400 Hz :: improve clarity
Cut 400-600 Hz :: more open sound
Boost 2.5-10 kHz :: beater sound & attack transient

4. Snare
Boost 100-130 Hz :: add fullness
Boost 250 Hz :: add warmth
Boost 3-6 kHz :: snap
Boost 8-10 kHz :: add crispness & attack
Cut 12 kHz :: warmer sound

5. Toms
Boost 20-120 Hz :: add fullness (floor toms)
Boost 240 Hz :: add fullness (rack toms)
Boost 5 kHz :: attack
Boost 4-8 kHz :: add presence
Boost 10+ kHz :: add air

6. Hi-hat
Boost 200 Hz :: clank sound
Cut 150 Hz :: clean up the sound & minimize effects
Boost 10 kHz :: adds "sheen"

7. Cymbals
Boost 200 Hz :: clank sound
Cut 1-2 kHz :: clean up clankiness
Boost 5-10 kHz :: shimmer

8. Overheads
Cut 100 Hz :: clean up the sound
Boost 10+ kHz :: add air & sheen

9. Acoustic guitar
Boost 80-120 Hz :: low end
Boost 250 Hz :: add body
Boost 2.5-5 kHz :: clarity & punch
Cut 80-100 Hz :: clean up the sound & aid
Boost 7 kHz :: presence (for lead acoustic)

10. Electric guitar
Boost 240 Hz :: fullness
Boost 2.5 kHz :: bite & presence
Cut 100 Hz :: clean up the boominess
Boost 125-250 Hz :: add warmth
Boost 2.5-4 kHz :: bring out rhythm guitar & emphasize the attack
Boost 4-6dB 5 kHz :: bite & presence (lead guitar)

11. Horns
Boost 120-240 Hz :: fullness
Boost 5-7.5 kHz :: become shrill
Boost 300-400 Hz :: fatten the sound
Cut 1-3.5 kHz :: harshness
Boost 6-10 kHz :: high-end

12. Piano
Boost 80-150 Hz :: low-end emphasis
Cut 250-350 Hz :: reduce boom
Boost 2.5-5 kHz :: add presence, attack & honky-tonk sound

13. Violin
Boost 250 Hz :: fullness
Cut 1-3.5 kHz :: harshness
Cut 7.5-10 kHz :: scratchiness

14. Vocals
Boost 120 Hz :: fullness
Boost 200-250 Hz :: boom
Boost 5 kHz :: presence
Boost 7.5-10 kHz :: sibilance
Boost 2.5-3.5 kHz :: lead vocals
Boost 6-10 kHz :: lead vocals
Rujukan dari David Miles Huber & Philip Williams
"Professional Microphone Techniques"

15. Electric guitar
Boost 100 Hz :: more bottom
Cut 300-500 Hz :: eliminate some of the nasal quality
Boost 700 Hz :: throaty & woodsy sound
Boost 1 kHz :: more edge
Boost 3 kHz :: more bite
Boost 5-10 kHz :: more brighter

16. Kick
Boost 60/100 Hz :: more bottom end
Cut 300-700 Hz :: eliminate the box like sound
Boost 1-3 kHz :: more attack

17. Snare
Boost 2dB 100 Hz :: more bottom end
Cut 300-700 Hz :: eliminate the box like sound
Boost 2-6dB 5-10 kHz :: brighten up the top end

18. Bass guitar
Boost 100 Hz :: fatten the bottom
Boost 2.5 kHz :: more bite

19. Acoustic guitar
Cut 100-300 Hz :: clean up the boominess
Boost 8-10 kHz :: add some "silk"
Boost 700-1200 Hz :: more woodsy

20. Toms
Boost 2dB 100 Hz
Cut 4dB 300-700 Hz
Boost 2dB 5+ kHz

21. Piano
Boost 8-10 kHz :: top end
Boost 4-5 kHz :: add a little definition

Rujukan dari Michael Laskow & Alex Reed "The Studio Buddy"

WATT VS SPL

Dua kata yang menjadi headline diatas memang sudah sangat akrab di kalangan profesional audio. Walaupun keduanya berhubungan sangat akrab, namun pengertian antara keduanya kadang masih samar-samar.


Pasti seringkali kita mendengar “Sound systemnya berapa watt, mas?” Pertanyaan sesorang tentang besaran watt sebuah sistem biasanya dihubungkan dengan tingkat kekerasan sistem itu sendiri. Benarkah demikian?

Yang pasti, kekerasan bunyi sebuah sistem bukanlah tergantung pada seberapa besar watt yang kita kirim kepadanya. Akan tetapi tergantung pada berapa besar SPL yang dikeluarkan oleh sistem itu. Hal ini karena SPL (Sound Pressure Level), yaitu satuan ukuran untuk tingkat efisiensi speaker.


Sebagai contoh, katakanlah speaker kita mampu menghadirkan SPL 100db pada 1 watt 1 meter (hal ini dikenal juga dengan tingkat sensitivitasnya). Meningkatkan daya yang kita kirimkan hingga dua kali lipatnya, hanya akan mengakibatkan penambahan SPL sebesar 3db saja. Jadi pada 2 watt 1 meter hanya akan dihasilkan SPL 103db. Sedangkan pada 4watt akan dihasilkan 106db, 8watt dihasilkan 109db, dan seterusnya, hingga tergantung pada kemampuan handling si speaker tersebut.


Dan hal itu tergambar pada charts di bawah ini :

1 watt 1 meter 100db

2 watt 1 meter 103db

4 watt 1 meter 106db

8 watt 1 meter 109db

16 watt 1 meter 112db

32 watt 1 meter 115db

64 watt 1 meter 118db

125 watt 1 meter 121db

250 watt 1 meter 124db

500 watt 1 meter 127db


Sehingga secara teori, dari 1watt sampai 500W hanya akan ada peningkatan SPL sebesar 27db.

Padahal ketentuan masih sangat tergantung pada tingkat efisiensi sang speaker. Bisa saja pada sistem speaker yang kurang begitu efisien dengan spesifikasi 97db, 1watt 1 meter, kadang kita membutuhkan power dua kali lipatnya untuk mencapai SPL tersebut. Sedangkan pada speaker yang lebih efisien, yang katakanlah dengan spesifikasi 103 db, 1watt 1 meter, bisa saja kita hanya membutuhkan daya setengahnya saja untuk mencapai SPL yang sama dengan yang sebelumnya.


Dari bahasan diatas, kita bisa menyimpulkan bahwa tingkat efisiensi sistem speaker ternyata memberi pengaruh yang sangat signifikan terhadap sistem touring. Kalau saja kita bisa mendapatkan SPL yang memadai dengan hanya menggunakan setengah jumlah loudspeaker dan powernya, itu akan sangat membantu dalam pengepakan di tuk. Hemat penggunaan truk juga berarti akan menghemat BBM, meminimalisasikan resiko dalam perjalanan, hemat tenaga kerja, hemat waktu dala pemasangan, dan sebagainya. Beberapa point itulah yang beberapa tahun belakangan ini menjaditantangan bagi tim riset di berbagai pabrikan spekaer dunia untuk membuat sistem speaker berefisiensi tinggi untuk kebutuhan touring dan sound production. Itulah sebabnya sistem speaker Line Array dengan masing-masing terapan teknologinya menjadi begitu populer belakangan ini.


Aturan yang berlaku pada penggandaan watt power itu juga berlaku terhadap penggandaan jumlah kotak speaker. Mari kita gunakan sebuah speaker full range yang sudah terdiri dari Hi Mid dan Low sebagai contoh. Katakanlah mereka berkemampuan 109db, 1watt 1meter.

Satu box speaker ini akan berkekuatan 109db, maka 2 buah box speaker yang sama (dengan rack powernya juga) hanya akan meningkatkan SPL sebesar 3db, sehingga menjadi 112db. Empat box menjadi 115db, 8 box 118db, 16 box 121db, dan 32 box 124db.

Pada 32 box sistem speaker untuk konser, secara teoritis akan menyajikan SPL sebesar 124db, 1watt 1meter. Dan pada 500watt per box akan memproduksi SPL sebesar 151db!

Begitulah teorinya. Masih ada faktor lain yang akan memungkinkan untuk terjadinya penambahan SPL. Misalnya dengan apa yang dinamakan “Couple Up”, yakni efek dari mendekatkan sebuah kotak speaker dengan kotak speaker lainnya. Sebagai contoh ketika 4 buah speaker low diset-up dalam 4 box diagram, masing-masing dari 2 box itu akan mendapatkan ekstra boost hingga 3db pada bagian low end-nya. Dengan demikian akan terjadi efisiensi speaker dari keempat box tersebut. Total penambahan SPLnya bisa mancapai 6db dari keempatnya.


SPL Vs Jarak

Jarak dengar terhadap speaker juga akan sangat mempengaruhi SPL. Itulah makanya makin jauh posisi kita dari speaker, maka penurunan SPL yang terjadi akan lumayan signifikan. Penurunan SPL yang terjadi ssuai dengan keterbalikan jarak.

Artinya penggandaan jarak dengar dengan speaker akan mengakibatkan penurunan SPL sebesar 6db.

Sehingga pada 32 box sistem speaker itu, untuk 500watt / box, maka secara teori akan dihasilkan SPL sebesar 151db pada 1meter. Dan pada penggandaan jarak menjadi 2meter, SPLnya akan berkurang menjadi 145db. Kemudian pada 4meter akan berkurang sebesar 139db, dan seterusnya.

Pada sebuah konser, dimana jarak antara penonton dan sistem speaker bisa berkisar antara 16 sampai 64meter, maka penurunan SPL yang terjadi malah bisa menjadi lambat, atau tidak terjadi dalam ukuran per 1meter, melainkan per area. Misalnya kalau jarak 16meter pertma terjadi penurunan level sekitar 24db, maka pada jarak 32meter berikutnya akan terjadi penurunan 12db (dari yang 24db). Sedangkan di jarak 64meter berikutnya, hanya terjadi penurunan 6db.

Pada event dengan area venue seluas ini, jarak ideal antara mixing console adalah 30 sampai 40meter. Dimana pada jarak ini, bunyi bocoran atau sound direct dari panggung sudah tidak terdengar lagi, sedangkan bunyi dari sistem speaker utamanya malah terdengar dengan kekuatan yang cukup baik. Jadi sangat berpeluang untuk menghasilkan mixing yang jauh lebih sempurna.


PRINSIP DASAR SOUND REINFORCEMENT

Karena saat kita nonton pertunjukan musik, kita tidak hanya melihat si pemusik saja tapi juga mendengarkan suara yang dihasilkan oleh system tata suaranya. Memang tidak dipungkiri lagi bahwa sisi ini memang sangat menarik untuk dibahas, setidaknya bagi anda yang penasaran dengan system audio profesional.

Prinsip Dasar

Sound reinforcement adalah sederetan peralatan yang ditata sedemikian rupa untuk penguatan suara atau musik untuk didengarkan oleh banyak orang. Prinsip dasarnya selalu sama. Mulai dari system yang sederhana sampai yang paling rumit seperti :

  1. Suara ditangkap oleh microphone dari sumbernya.

  2. Microphone merubah suara tadi menjadi signal listrik dan mengirimnya melalui kabel menuju mixer.

  3. Mixer menerima signal suara dan musik tadi melalui setiap kanalnya kemudian me-mix (mencampur dan menseimbangkan) untuk dikirimkan lagi melalui kabel ke rangkaian power amplifier.

  4. Power amplifier merubah signal menjadi energi listrik dan mengirimkannya ke loudspeaker

  5. Loudspeaker merubah energi listrik menjadi gerakan mekanis dari konus speaker yang kemudian menggetarkan udara dan menjadi suara.

  6. Audiens mendengarkan suara tersebut.

Ini juga berlaku untuk system audio rumah, tape deck atau CD player sebagai sumber suara, dan pre amp (dalam system live digantikan mixer), umumnya terdapat dalam satu badan dengan power amplifiernya (integrated amlifier).

Dalam system sederhana, power amplifier kadang terdapat dalam satu kemasan dengan mixer yang disebut powe mixer, atau juga power amplifier yang tercakup dalam kotak speaker yang lebih kita kenal dengan speaker aktif. Namun betapapun besar dan rumitnya sebuah system, tetap akan berada pada prinsip diatas tadi seperti yang terlihat pada gambar A.

Dalam system yang lebih besar akan terdapat beberapa peralatan tambahan yang tentu saja akan terdapat banyak pengaturan. Pada gambar B,

terlihat system yang lebih kompleks. Dan ini adalah yang biasa diterapkan bagi kafe, pub, bar, atau club yang menampilkan musik live dan ber-area tidak terlalu luas.

Dalam system ini ada beberapa prinsip lagi yang sebaiknya diperhatikan seperti :

  1. Posisi mixing console sebaiknya berada pada posisi pendengar, agar apa yang didengar oleh penata suara adalah apa yang didengar oleh audiens. Denga kata lain mixer tidak berada di samping atau di belakang panggung.

  2. Semua microphone dan alat musik dikirim ke mixer melalui kabel snake.

  3. Mixer atau mixing console pada system ini lebih lengkap dari system yang sederhana sebelumnya, karena memiliki lebih banyak pengaturan walaupun dengan prinsip kerja yang sama. Hanya saja dilengkapi fasilitas seperti equalizer yang semi parameric, dengan 3 band (low, mid, hi) atau 4 band (low, lo-mid, hi-mid, hi). Terdapat juga auxiliary send yang difungsikan untuk mengirim signal ke system monitor dan/ ke effect system. Pada auxiliary terdapat switch untuk aux pre/post. Auxiliary pre adalah untuk menirim signal yang terlepas dari pengaruh fader dan eq kanal yang biasa digunakan untuk mengirim signal ke monitor, sedang auxiliary post adalah sebaliknya yakni mengirim signal yang dikirim mengikuti pengaruh dari fader dan equalizer dari kanal dan biasa untuk mengirim signal ke perangkat effect.

  4. Signal keluaran dari mixer dikirim ke crossover melewati equalizer. Pada equalizer inilah penata suara melakukan pen-settingan untuk mengatasi kendala akustik ruang, feedback atau kendala lainnya yang mengganggu.

  5. Crossover berfungsi untuk memilah frekuensi yang akan dikirim ke power amplifier untuk menggerakkan loudspeaker dengan tnggapan frekuensi tertentu. Karena system speaker utamanaya tidak jarang yang terpisah antara speaker untuk menghandle frekuensi rendah (sub woofer) dan speaker untuk full range (gambar C)

Tipical system untuk Touring

 

Berikutnya adalah system untuk touring yang lebih besar dan kompleks. Seperti yang dipergunakan untuk konser-konser besar dengan area yang lebih luas. Pada system ini peralatan yang digunakan sangat banyak, dan selalu dengan crossover aktif yang tidak jarang juga digantikan oleh controller digital yang didalamnya telah terdapat crossover, limiter, parametric eq, dll. Juga selalu menggunakan mixer monitor yang sama sekali terpisah dari mixer utama, lebih difungsikan untuk mengirim signal ke rangkaian effect yang tidak sedikit jumlahnya.

Namun seberapapun rumitnya prinsip touring ini, tetap tidak terlalu jauh berbeda dengan prinsip tata suara sebelumnya sehingga tidak terlalu sulit juga untuk dipahami. Hanya saja pada system ini terdapat beberapa lagi penjlasan tambahan seperti :

  1. Mixer selalu lebih besar dan mempunyai fasilitas yang lebih lengkap, paling sedikit terdiri dari 24 kanal atau bahkan sampai 40. dan bukan tidak mungkin menggunakan lebih dari 1 mixer. Ini sering terjadi bila yang tampil lebih dari 1 grup musik yang settingan kanalnya tidak ingin terganggu oleh setting kelompok lain yang kebetulan tampil satu panggung.

  2. System monitor dioperasikan oleh monitor engineer dengan menggunakan mixer monitor sendiri dan terlepas sama sekali dari mixer utama.

  3. Dalam rack peralatannya terdapat paling sedikit 2 buah EQ mono atau sebuah dual EQ (karena selalu main dalam stereo), kemudian beberapa compressor, limiter, noise gate, aural exciter, multiple delay, reverb, dll. Sekian banyak peralatan tersebut difungsikan untuk menghasilkan suara yang diinginkan dan meredam suara-suara yang tidak diinginkan.

  4. Mixer untuk system monitor panggung terdiri dari 6 output kadang bahkan sampai 16 output, dan mengirim signal tadi secara tepisah ke masing-masing monitor untuk si pemusik atau penyanyi seperti yang mereka inginkan.

  5. Dibutuhkan sangat banyak kabel, power amlifier dan daya listrik yang sangat besar untuk menggerakkan sekian banyak loudspeaker yang mungkin saja main dalam 3way, 4way atau bahkan sampai 5way.

Seperti yang telah dilihat bersama, banyak persamaan dari mulai system yang paling sederhana samapi system yang paling rumit sekalipun, hanya rack peralatannya saja yang mengalami perbedaan, namun tetap saja dalam prinsip yang sama. Mixer tetap saja sama apakah 4kanal atau 40kanal.

TIPS MEMILIH AMPLIFIER YANG BERKWALITAS

1. Pilihlah besar daya yang sesuai dengan kebutuhan anda. Untuk penggunaan pribadi seperti latihan cukuplah memilih smplifier dengan daya 1-20watt. Pada kebanyakan amplifier berdaya kecil seperti ini telah tersedia fasilitas jack head phone (misal:amplifier guitar laser20) yang sangat berguna terutama bagi kawula muda yang punya kebiasaan bermain musik hingga tengah malam. Dengan memanfaatkan saluran untuk headphone ini, maka dijamin seisi rumah yang lain ataupun tetangga tidak akan terganggu “atraksi” kita. Apabila amplifier tersebut akan kita gunakan untuk berlatih bersama dalam suatu group band lengkap dngan drum dan alat band, maka sebaiknya anda memilih amplifier yang berdaya 70watt atau diatasnya. Dengan demikian suara yang dihasilkan dari amplifier tersebut tidak akan tenggelam oleh bunyi dentuman dan hentakan beat drum. Untuk penggunaan diatas panggung, anda akan memerlukan daya yang lebih besar, yakni sedikitnya 125watt atau lebih, karena amplifier ini akan dapat sekaligus kita gunakan sebagai monitor dari instrumen musik yang sedang kita mainkan.


2. Pilih fasilitas yang kita perlukan. Jangan membeli amplifier yang memiliki fasilitas yang sebenarnya tidak kita butuhkan, bila hal tersebut menambah harga yang harus kita bayar. Kecuali bila dengan harga yang sama kita bisa mendapatkan fasilitas yang lebih baik, maka tidak ada salahnya kita memilihnya.


3. Pilih amplifier yang berkualitas baik. Bila kita membutuhkan amplifier untuk keyboard, maka sangat disarankan untuk memilih amplifier yang tidak merubah warna asli yang dihasilkan oleh keyboard tersebut (flat). Ada banyak amplifier yang menghasilkan suara yang berbeda dari suara aslinya, bila hal ini terjadi maka akan terjadi suara-suara yang lain yang akan mengurangi karakter asli dari bunyi yang sebenarnya dihasilkan keyboard dikarenakan terjadinya penambahan atau pengurangan terhadap frekuensi tertentu. Biasanya hal ini terjadi pada frekuensi yang sangat rendah. (low bass) atau frekuensi yang sangat tinggi (high treble). Untuk amplifier Electric Guitar dan Electric Bass hal ini (karakteristik flat) tidak berlaku karena khusus untuk kedua jenis instrument ini diperlukan kekhususan karakter frekuensinya. Pada dasarnya untuk amplifier Electric Guitar tidak dipelukan keluaran untuk frekuensi yang rendah dan yang tinggi. Untuk Electric Bass diperlukan frekuensi yang rendah, tetapi tidak diperlukan frekuensi yang tinggi.


4. Model dan penampilan amplifier dapat menjadi petimbangan terakhir. Model yang diinginkan akan bergantung pada selera masing-masing. Model yang bagus menurut seseorang belum tentu bagus juga menurut orang lainnya.

Pada kebanyakan musisi professional, model akan menjadi pilihan yang terakhir atau tidak terlalu dipentingkan. Mereka akan lebih mementingkan kualitas dan fasilitas dari amplifier.

LINE ARRAY SYSTEM

Line array system banyak sekali dipakai oleh sound rental company karena 2 keuntungan utama yang dapat dipetik dari sebuah line array:
  • Mempunyai coverage angle yang spesifik, jadi suara dapat diarahkan dan diprediksi dengan lebih baik.
  • Pada jarak tertentu, suara tidak mengikuti hukum "inverse square law", yg biasanya adalah pengurangan sebanyak 6 desibel setiap jarak dikalikan dua.
Line array, sekali lagi pada batas jarak tertentu, hanya akan berkurang sebanyak 3 desibel per doubling of the distance. Karena banyak dipakai di event2 komersial, maka ada anggapan bahwa line array adalah sistem speaker terbaik yang dapat diaplikasikan dimana saja dan kapan saja.

Untuk sebuah sistem supaya dapat  dikategorikan sebagai sebuah line array, bukan bergantung dengan bentuknya saja yang memanjang. Tetapi ada hukum2 yang harus dipatuhi. Banyak pabrikan line array yang karena trend pasar, mengeluarkan line array asal asalan

Untuk sebuah sound system supaya dapat bekerja dengan baik di sebuah ruangan, banyak hal2 yang harus diperhatikan sebelum menentukan sistem speaker mana yang cocok (system design principle). Ada 2 buah system loudspeaker: line array system dan apa yang biasa disebut Point and source system.

Bentuk ruangan sangat menentukan system mana yang cocok. Contohnya adalah: Line array mempunyai horizontal coverage yang fixed, jadi agak kurang cocok kalau misalkan ruangan itu melebar. Jika ruangan mempunyai panjang yang pendek , akan terjadi reflection yang cukup dominan kearah panggung.

Banyak saya melihat implementasi line array yg salah dimana utk sebuah ruangan yang melebar, line array di tempatkan di extreme kiri dan kanan. Ini kebanyakan dikarenakan orang-orang tidak memahami limitasi, atau keuntungan line array tersebut dan masih mengacu kepada system conventional  point and source. Kalau line array ditempatkan di extreme kiri kanan, yang terjadi adalah lubang di tengah-tengah dimana coverage tidak menjadi rata.

Line array yang benar pengimplementasiannya, akan memberikan berbagai keuntungan yang bermanfaat. Tetapi, tetap harus mendahulukan faktor2 akustik yg mendukung. Seperti yang saya sebutkan diatas: Slap back kearah panggung adalah masalah yang sangat umum untuk system line array. Jadi harus disiapkan akustik treatment untuk phenomena ini.

Line array adalah soal pattern control, dan untuk mendapatkan tight pattern control dibutuhkan
height atau panjang vertical line. Jadi semakin panjang line array tersebut, semakin tight pattern
control yang didapatkan. Makanya pabrikan line array selalu merekomendasikan bahwa line array yg benar implementasinya adalah line array yang paling sedikit mempunyai panjang/ height minimal 4 box. Line array yang benar2 line array, kadang harganya juga mahal

Saya tidak pro maupun kontra dalam masalah line array. Yang mau saya tekankan adalah, semoga interior designer mengerti system principle dasar yang perlu dijalani sebelum menentukan sistem speaker mana yang paling cocok untuk venue tersebut. Setiap system mempunyai kelemahan dan juga kelebihan.

Kalau masalah out of date, loudspeaker adalah merupakan teknologi lama. Sampai sekarang, sangat
sedikit perubahan yang terjadi untuk sebuah sound system. Line array pun bukan merupakan sebuah
teknologi baru, hanya karena trend saja sekarang menjadi seperti ini. Yang bisa menjadi out of date adalah antara teknologi analog dan teknologi digital untuk misalkan perangkat mixer. Sudah bukan rahasia lagi bahwa, mixer akan semakin digital.

Masalah bagus atau tidak, itu juga sangat subjektif. Tapi memang suara bagus itu sangat bergantung dengan pengalaman, pengetahuan, dan pengimplementasian yang benar.

Mixing Tutorial - Part Three (final)

Pan Law & Mono Check
Berikut adalah referensi tambahan untuk meletakkan Panning approach pada masing masing track, dengan target menciptakan Stereo Imaging yang balanced namun tetap powerfull :

Penerapan masing masing panning technique pd dasarnya cukup menggunakan pan fader [ada mixer DAW, namun aapabila diperlukan, plugin maupun insert untuk “stereo imaging maupun expanding” untuk memperlebar dimensi panning pada suatu track boleh digunakan.

Guidelines :
Base Kick          Mono
Baseline          Center based equally pan
Snare             10% panning tergantung typical
Claps             Center based equally pan
Hihats, rides & shakers    Letakkan merata 20% - 30% panning left and right secara
seimbang
Extra percussion :      40% up to 60% panning ( namun jangan sampai “loss” dalam
mono check)
Main Lead Synth       Center based equally pan
Arp Rythm Synth       Center based equally pan
Main Vocal          Dry / compressed original : MONO
            Effect return bus ( delay , reverb ,etc  ) : 30% panning
Pad / ambient Synth       centre based equally pan ( boleh terapkan “autopan” effect
untuk mengisi kekosongan
Pink Noise & Sweeps       boleh diterapkan ekstrim panning maupun ekstrim stereo
expander pada band frequency 8000hz keatas
Penting dalam setiap mixing untuk selalu melakukan MONO CHECK melalui utility yang terpasang pada master bus untuk mengecek karakter dan adanya frekensi / suara yang hilang dalam kondisi “mono” dan melakukan adjustment akan hasil pan yang terlalu lebar sebelah tersebut. Hal Ini adalah untuk mengantisipasi track produksi kita yang tidak kehilangan kualitas / “warna” dalam standard broadcasting ( TV / Radio )

Compressor and missconception for it
Compressor adalah salah satu tools mixing paling dasar selain EQ, namun sayangnya belakangan ini saya banyak menemukan user yang menerapkan konsep yang salah untuk penggunaan kompressor, dimana masih banyak yang menganggap fungsinya adalah untuk “mempertebal’ maupun memperkeras suatu track.



Disini kita akan mengulas kembali konsep DASAR Dari penggunaan kompressor, yaitu adalah untuk mereduksi Dinamika ( Jarak gain terpelan hingga terkeras Dari suatu waveform audio ) dengan meng-apply Gain Reduction ( penurunan gain volume secara otomatis ) berdasarkan ambang limitasi / TRESHOLD yang kita tentukan. Otomatis berdasarkan logika dasar disini, maka kita mengetahui bahwa pada dasranya kerja suatu compressor adalah untuk mereduksi atau cenderung “mempelankan” track audio file yang kita terapkan efek tersebut..
Maka untuk mengangkat overall volume / gain Dari track tersebut yang telah secara otomatis ter reduksi, maka ada fungsi penempatan MAKE-UP gain, dimana pada dasaranya bekerja dengan prinsip yang sama saja dengan gain utility tools, untuk kembali menempatkan level kekerasan pada tingkat sebelum kompresi, namun dengan jarak dinamika yang lebih kecil.



Adalah benar bahwa relatif dengan tingkat jarak dinamika yang lebih sempit namun dengan overall gain yang sama kerasnya  disbanding dengan pre-compression dapat menciptakan efek suara yang lebih “tebal” maupun “pumping”. Namun perlu diingat bahwa tidak semua track perlu compression dan bahwa semakin dalam compression diterapkan pada suatu track, tidak hanya dinamikanya yang semakin hilang, namun juga detail kualitas suaranya.


Berikut bbrp tips & definisi untuk penerapan compressor :
-   relatif terapkan attack time yang sama dengan waveform audio yang sedang kita kompresi ( contoh : Dance Kick drum relatif attack time di : 0.5 – 0.75 ms ) Release value adalah bebas berdasarkan berapa lama Gain Reduction / GR pada waveform tersebut bekerja.
-   Compression pada vocal biasanya relatif lebih mengambil pada RMS approach daripada Digital / FS, dikarenakan yang di kompressi adalah “base power frequency” Dari suara vocal tersebut, sehingga hasilnya erlatif lebih “lengket” dan tidak over responsive, apalagi menghadapi hasil take vocal yang “kaget” maupun banyak De-esser dan “breath” nya
-   Knee adalah ratio reduksi / softener Dari compressor yang biasanya diterapkan untuk menghindari efek reduksi yang terlalu cepat. Biasanya di apply apabila kita ingin melakukan “limiting” yang cukup ekstrim melalui setting attack & treshold yang tajam, namun tidak ingin kesannya seolah olah file audio tersebut seperti terkena “brickwall limiter”
-   Banyaklah melakukan eksperimen akan kombinasi Attack, ratio & knee serta compressor type ( Digital FS, RMS, OPTO & etc etc ) cenderung daripada memainkan tresholdnya untuk menghindari reduksi yang terlalu banyak pada waveform yang dikerjakan. Wiseman says : “Dynamics is Good, it makes your tracks  much more Alive”

Send daripada mix insert
Dalam prose’s mixing, penempatan dan appliance Effect yang baik adalah effect yang memberi Kolorasi dan karakter pada suatu track, namun tidak merusak identity maupun detail Dari source aslinya tersebut. Beberapa efek efek yang dasar memang dibuat dengan model “Insert” dimana seluruh audio waveform tersebut terproses secara completely oleh efek yang diterapkan. Tentunya ini biasa terjadi pada efek2 seperti : Gain utility, EQ, Filter, compressor, pitch correction dan Denoiser maupun de-esser. Sebagai tools untuk memperbaiki “basic” atau dasar Dari audio tersebut.

Namun untuk efek efek yang yang bersifat “colouring” maupun “creativity” yang ditempatkan pada prose’s tersebut. Ada Baiknya untuk meletakkan efek efek yang sifatnya destruktif seperti : Echo n Delay, Reverb, Modulation & Distortion , dan masih banyak lagi, untuk diterapkan di “Return Bus” Hal ini saya rekomendasikan, karena sy cenderung pula masih banyak menemukan kesalahan fatal hasil mixing yang biasanya terletak pada REVERB yang “overmixed”. Ketika ingin menerapkan efek memberi Room / Jarak pada suatu instrument, judgement yang kurang bijaksana ( karakter reverb , decay time and LENGTH yang kurang tepat ) Dan terutama WET Mix ratio yang di apply terlalu banyak, maka cenderung hasil instrument tersebut menjadi kehilangan detail dan colournya, dan hal ini tidak dapat diperbaiki lagi oleh mastering engineer dalam prose’s selanjutnya. Hal yang saama pula sering terjadi pada penempatan efek delay.
Namun berbeda dengan penerapan pada teknik Send Return, ( NB : wet dibuka 100% pada plugin yang diletakkan di return track ), Instrumen Asli akan dapat tetap me maintain detailnya , sekalipun penempatan “destructive effect” cukup mencolok ( selama tidak over Dari instrument aslinya) , ini dikarenakan tentunya jalur audio yang “DRY” beserta jalur Effect yang ditaruh di return Bus adalah Terpisah untuk nantinya dirender oleh DAW kita.


 
Tips :
Untuk sekaligus menghemat PC resources untuk effect effect yang lain, Conventional Mixing Engineer biasanya sudah menempatkan 4 plugins dasar pada 4 return bus berbeda, 2 bus adalah untuk reverberasi, masing masing dengan length time pendek dan panjang ( Google : how to calculate mixing time in DAW ), serta 2 bus untuk delay ¼ & 1/16 bar, berdasarkan kerapatannya. Dengan ini maka placement efek efek dasar / kovensional tidak perlu di insert satu persatu dalam setiap track.

Dan bagusnya lagi dalam prose’s seteleah melihat overall mix kita, bus Reverb atau delay yang terlalu besar maupun dominant dapat langsung direduksi pada volume fadernya, daripada harus me reduce berdasarkan wet/dry plugins nya, satu persatu..

Bus Mixes to adjust the overall bands
Bus Mixes / Stem mixing adalah suatu teknik lain yang dapat digunakan untuk mendapatkan overall band frequency Dari hasil mixing kita untuk supaya lebih “balanced dan harmonis” prinsipnya adalah dengan melalukan pre-routing configuration Dari masing masing track untuk tidak langsung out ke “Master Bus”, namun melalui group out , atau track audio yang di “bypass” oleh instrument kita masing masing, berdasarkan kategori yang kita susun.

Ada yang memilih untuk Sub-group berdasrkan kategori instrumen ( Drum kit, synth, vocals, Timbre, Sweeps n fx ), namun saya lebih memilih Sub-groupping berdasarkan range frequency Dari instrument instrument yang ada di mixing track saya  mulai Dari frequency yang paling rendah, hingga yang paling tinggi ), so normally, my BUS Groups Arrangement would be
Bus 1 : kick, snare, baseline, tom n rhythm
Bus  2 : snare, percussion, Male Vocal, mid lo Synth
Bus 3 : Ambient Pad, Claps,  Main Lead Synth, Female / Sopran Vocal , Sax Timbre
Bus 4 : Shaker , hihats, Lead Synth
Bus 5 : Noises,  Sweeps & Return Track FXs



Setelah kita memiliki sub mixes group ini, tentunya masih banyak lagi adjusting yang dapat kita lakukan berdasarkan Range instruments maupun frequency disini, selain adjust volume fader secara unity, meng apply soft compression untuk me”lengketkan” vocal dengan main synth, maupun menempatkan stereo imaging / expanding, pada grup dengan band frequency yang relatif tinggi, untuk mengejar separasi stereo dalam mixing kita. Maupun bias menjadi sarana dan solusi untuk yang mau melempar Bus mixes nya ke analog mixer.. hehe..
“Your DAW is a powerfull Routing Simulation software… Play with it”

Leave some headroom / understanding levels part 1
At LAST but not the least, kembali saya harus mengingatkan kembali pada teman teman untuk selalu menyisakan HEADROOM dalam hasil mixing kalian.

Istilah “Head Room” sekali lagi adalah berupa jarak antara level terkeras maupun rata rata Dari hasil mixing km dengan peak level pd “digital domain” yaitu : 0 db. Sekali lagi seperti telah diperingatkan sebelumnya, jangan pernah mencoba membuat hasil mixing anda terdengar keras layaknya mastering, paabila kalian sudah terbiasa untuk melakukan mixing dengan level yang hampir 0db, maka silahkan kerjakan dan balance menurut kebiasaan km masing masing, namun setelah itu, lakukan “Group fader pulldown, pada semua track, hingga overall volume rata rata pada mixing kamu telah mencapai angka TRESHOLD yang dikehendaki. ( jangan di pull-down di master Fadernya yah.. hehe )




Kenapa?
Apabila dalam prose’s cycle mastering nanti, baik kamu sndiri yang melakukannya maupun orang lain ( Mastering studio), dan ternyata ada diperlukannya “adjustment” atau perbaikan kecil pada overall mix result milikmu ( band adjustment frequency, stereo enhancing, M/S processing, stereo exciter, dsb ) maupun hingga tahap gaining / “mengejar RMS” prose’s cycle ini tidak akan dapat dilakukan apabila audio hasil mixingnya telah mencapai 0db terlebih dahulu. Maka itu, prinsipnya adalah semakin jauh headroom kamu, maka semakin banyak ruang yang dapat dilakukan untuk sang mastering engineer bekerja dan semakin hasil mastering kamu bias optimal.

Berapa sih headroomnya?
Naah.. tentunya selain dalam menciptakan headroom dalam hasil mixing kita, kualitas / fidelity dan DETAIL Dari audio tersebut tidak juga boleh terlalu kecil atau lemah sehingga hilang detailnya pada saat di render.  Jadi perbandingan yang perlu kita perhatikan disini adalah semakin keras : makin aman detailnya : makin sempit headroomnya. Sementara semakin pelan : makin besar headroomnya : makin resiko kehilangan detail hasil mixing.

Maka berdasarkan standard yang sudah ini, berikut guidance untuk mmenentukan besaran volume dan headroom mixing mu

Simplenya :


Maintain your overall average Level at -6 dbfs ( lookup di meter master channel maupun plugins). Average berarti pada bagian drum kit n rhythm km yang simple, loudness berkisar pada -8/-7dbfs, dan bias berkisar sampe -5db maksimum pada bagian paling rame dalam arrangement kamu ( drum, base, synth, vocal en sweep keluar bareng ), apabila jarak overall level kamu terlalu besar atau banyak, do check your overall dynamics and mixes again.
Ribetnya :


Cari plugins yang metering yang sifatnya VU / Analog metering simulation, setting pada scale ballistic DIGITAL / Peak, dan set meternya pada kalibrasi -12dbfs. Lalu cek mixing kamu, dan pastikan jarumnya rata rata bermain di angka 0db.


Konklusi / Penutup
Sebenarnya pada cycle mixing process, dasarnya ga ada yang bias dibilang benar atau salah. Its about taste and how you make the track to have the emotion that you want. Tutorial pada sub topic mixing disini adalah bertujuan untuk memberi guideline dasar akan ide Dari engineering suatu track dan larangan larangan yang vital. Namun tidak untuk bertujuan agar km menjadi terlalu tools oriented ( terlalu memperhatikan level dan frequency spectrum ) sehingga alhasil menjadikan hasil pekerjaan kamu terlalu “safe” dan standard,
the idea of mixing adalah untuk meng enhance dan mewujudkan gambaran bentuk track yang kamu miliki pada saat kamu melakukan sequence atau arrangementnya secara lebih detail namun rapi dan “hidup”, bukan untuk membuatnya menjadi Flat dan aman. Dan pada dasaranya selama masih ada headroom pada hasilnya, maka “room” untuk final adjustment masih bias dikerjakan..

PENGERTIAN DASAR SISTEM TATA SUARA

Jika kita telaah satu per satu dari kalimat di atas ada sebuah kata yang harus kita cermati bersama-sama, yaitu sebuah sistem. Jadi dapat kita simpulkan bahwa sebuah sistem tata suara adalah kumpulan dari beberapa peralatan elektronik yang didesain untuk memperkuat sinyal suara dan musik supaya dapat didengar oleh orang banyak (lebih dari satu orang) (dalam Fry, 1991). Dari kesimpulan sederhana ini, sebenarnya kita dapat menjumpai sistem tata suara ini di berbagai tempat seperti acara-acara konser yang melibatkan grup-grup band yang banyak dan atau memiliki nama yang cukup dikenal banyak kalangan hingga sifatnya hanya berupa “corong” pengumuman yang dapat kita jumpai di bandara-bandara atau di sekolah-sekolah.
Mungkin dari kilasan pengertian di atas timbul pertanyaan-pertanyaan yang biasanya sering dilontarkan para “pemula” di bidang ini, seperti: “Apa saja peralatan yang dibutuhkan untuk mendapatkan suatu sistem tata suara yang baik?” atau “Hal-hal apa saja yang harus diperhatikan agar mendapatkan suatu sistem tata suara yang baik?” atau sebuah pernyataan klasik, “Dibutuhkan biaya yang tidak sedikit untuk mendapatkan sistem tata suara yang baik”…
Pertanyaan dan pernyataan seperti itu sering kita jumpai.
Yang jelas, semua pertanyaan tersebut berhubungan dengan prinsip yang sama yaitu:
1. Suara-suara tersebut bergerak melalui sebuah alat yang dinamakan microphone, kita singkat saja menjadi mic.
2. Mic ini mengubah sinyal suara ini menjadi sinyal elektrik dan dikirimkan melalui kabel menuju ke sebuah alat yang dinamakan mixer, atau lebih sering dikenal dengan istilah mixing console.
3. Mixer ini mengolah semua sinyal yang masuk bersamaan dan kemudian dikirimkan kembali melalui media yang dinamakan amplifier.
4. Amplifier ini memperkuat sinyal yang dikirimkan dari mixer menjadi sinyal yang lebih kuat melalui kabel yang terhubung dengan speaker.
5. Speaker ini mengubah sinyal elektrik dari amplifier menjadi getaran mekanis yang menimbulkan gelombang suara.
6. Lalu terdengarlah suara tersebut oleh telinga kita.
Nah, seperti itulah prinsip atau cara kerja dari sistem tata suara. Bila salah satu komponen dari prinsip tata suara tersebut dihilangkan maka yang terjadi adalah ketimpangan dari sistem yang mengakibatkan suara tersebut tidak dapat didengar oleh telinga kita.

Beberapa Tips Untuk Membangun Sebuah Sistem Tata Suara Yang Baik

Beberapa Tips Untuk Membangun Sebuah Sistem Tata Suara Yang Baik

Rambu yang harus diperhatikan pertama kali adalah proses menyalakan atau mematikan sistem tata suara ini secara keseluruhan. Istilah yang dipakai adalah Last On, First Off.

Bila sistem dalam kondisi mati maka langkah pertama yang harus dilakukan adalah:

  1. Pastikan bahwa kondisi amplifier masih dalam keadaan off atau mati
  2. Nyalakan power dari mixing console dan rack efek seperti compressor/limiter, noise gate, EQ, effects processor dll
  3. Tunggu ± 5-10 detik, kemudian nyalakan amplifier satu per satu dengan jarak waktu ± 5-10 detik tiap amplifier
  4. Cek semua fungsi fan dan fungsi lainnya dari amplifier, apakah ditemukan kerusakan atau tidak.

Cara mematikan adalah membalik proses penyalaan sistem dari yang paling bawah.

Pada pemakaian secara umum, volume gain pada amplifier sering ditempatkan pada level maksimum sedangkan volume level sistem keseluruhan dikendalikan dari mixing console kemudian dari crossover.

Memelihara sebuah power amp:
  1. Sediakan tempat yang cukup lega agar sirkulasi fan amplifier tidak terganggu dan tidak mengakibatkan amplifier menjadi overheat
  2. Bila dirasa sirkulasi udara sekitar amplifier masih kurang maka dapat ditambahkan sirkulasi eksternal seperti ekstra fan atau AC
  3. Pastikan bahwa fan internal amplifier tetap berfungsi
  4. Bersihkan secara berkala fan dan filternya untuk menghindari overheat
  5. Cek dan mengencangkan semua koneksi secara rutin
  6. Bila fuse putus, segera gantikan dengan yang baru yang berkapasitas sama
  7. SELALU menghubungkan amplifier pada Ground
  8. SELALU memiliki power amp cadangan
  9. Usahakan penempatan amplifier berada pada tempat yang tidak terkena sinar matahari secara langsung dan sejuk serta kering

Tips Sound System

Rambu yang perlu diperhatikan berikutnya yang juga tidak kalah penting adalah selalu membaca manual dari tiap-tiap peralatan yang dipakai, terutama pada pemakaian crossover. Mengapa demikian? Jawaban yang pasti adalah supaya tidak terjadi kesalahan dalam menentukan frekuensi yang menjadi titik perpotongan antar speaker (bila sistem yang dibangun adalah sistem yang aktif, yang biasanya adalah sistem 2-way aktif, 3-way, 4-way, dan seterusnya).
Bila dalam suatu sistem dipakai beberapa buah speaker maka hal lain yang harus diperhatikan adalah fase dari speaker itu sendiri. Beberapa speaker, khususnya yang berukuran 18”, 15”, atau yang sejenis biasanya berada pada posisi In Phase atau fasenya positif. Atau dalam bahasa sederhana adalah konus speaker bergerak maju ke depan bukan ke belakang. Jenis speaker yang lain, terutama sebuah compression driver (atau dalam bahasa sehari-hari disebut tweeter) biasanya berada pada posisi Out Phase atau fasenya negatif.
Nah, pada aplikasi yang membutuhkan banyak speaker atau aplikasi sistem tata suara yang lebih rumit, fase speaker menjadi salah satu hal yang perlu kita perhatikan. Sebagai contoh, jika dalam suatu sistem terdapat 2 unit speaker 18” dimana fase salah satu speaker terbalik, maka yang terjadi adalah kita tidak dapat mendengarkan dentuman suara bass sebagaimana mestinya. Yang sering terjadi adalah karena tidak terdengar dentuman suara bass sebagaimana mestinya, kita cenderung untuk membesarkan volume bass dari mixer, dan akhirnya speaker yang kita pun jebol akibat fase yang terbalik.
Alat untuk mendeteksi fase speaker ini dinamakan Phase Checker, yang menghasilkan getaran impuls secara konstan untuk mendeteksi fase yang dihasilkan oleh speaker yang dipakai. Cara yang lain yang lebih sederhana adalah memakai baterai 9 Volt, dimana katup Positif baterai dihubungkan dengan katup Positif speaker demikian juga sebaliknya.
Hambatan yang sering terjadi berikutnya adalah feedback. Feedback terjadi karena beberapa hal, di antaranya:
1. Sinyal mic dan volume speaker monitor yang terlalu keras
2. Jumlah mic yang banyak, yang tidak terpakai tapi dalam keadaan on
3. Jarak antara mic dan speaker monitor yang terlalu dekat.
Tips menghindari feedback:
1. Matikan mic yang tidak terpakai. Hal ini mengurangi resiko feedback.
2. Jika penyebab feedback adalah speaker utama (FOH) maka disarankan agar peletakan speaker utama agak jauh dari panggung.
3. Jika penyebab feedback berupa barang atau benda yang memantul secara akustik, maka perlu dilakukan penyempurnaan seperti ditutup kain dan sebagainya.
4. Gunakan EQ untuk mempermudah pendeteksian frekuensi penyebab feedback.

Setelah memperhatikan beberapa rambu di atas, secara mendasar kita telah memasuki salah satu area dari proses mixing. Proses ini sangat membutuhkan ketelitian dan kejelian terutama pendengaran kita.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dengan baik adalah:
1. Pemakaian mic yang sesuai dengan fungsinya. Mic dynamic biasanya dapat dipakai untuk aplikasi drum hingga aplikasi vokal, sedangkan mic condenser biasanya dipakai untuk peralatan yang lebih sensitif terhadap frekuensi tinggi, seperti cymbal overhead atau gitar akustik.
2. Selalu menggunakan kabel audio yang balans, artinya kaki-kaki positif, negatif dan ground masing-masing terhubung dengan baik.
3. Untuk area panggung, biasanya sering digunakan kabel snake yang dapat mengurangi keruwetan yang terjadi di atas panggung.

Proses Mixing
· Posisikan mixer dan speaker sedemikian rupa sehingga kita dapat mendengar dengan baik semua yang terjadi di panggung sama seperti penonton atau pengunjung
· Setelah semua diset dengan baik maka lakukan sistem penyalaan yang telah disebutkan pada tips di atas
· Jangan meletakkan mic vokal tepat di depan drum atau speaker gitar. Gunakan mic yang sesuai
· Pastikan peletakan speaker tepat langsung pada pendengar, jangan letakkan speaker berada pada belakang atau samping dinding
· Tempatkan semua volume mixer pada posisi 0 (Unity Gain)
· Setting mic vokal terlebih dahulu, karena kekuatan vokal biasanya lebih lemah dibandingkan dengan alat musik, terutama drum
· Gunakan efek vokal seoptimal mungkin, jangan terlalu berlebihan yang dapat mengakibatkan performa vokal yang tidak sempurna
· Jangan gunakan efek reverb pada peralatan yang menghasilkan frekuensi rendah seperti bass, kick drum, atau tom
· Jaga agar level suara pada panggung tidak terlalu keras, terutama pada peralatan yang menggunakan amplifier seperti bass, gitar, dan keyboard. Biarkan fungsi proses dari mic dan mixer yang berfungsi secara optimal
· Bila terdapat kesempatan untuk melakukan soundcheck, maka gunakan waktu tersebut untuk menata sebaik mungkin suara yang akan dihasilkan
· Selalu tempatkan level mic vokal lebih keras dibandingkan dengan level musik. Jangan terlalu berlebihan karena dapat mengakibatkan ketidaknyamanan dari pendengar

Urutan setting yang dianjurkan adalah penentuan level mic lead vokal – mic backing vokal – drum set – bass gitar – gitar – keyboard atau piano – efek vokal seperti reverb, chorus atau delay

Ekualisasi

Ekualisasi

Alat berikutnya yang menjadi penunjang sebuah sistem tata suara adalah ekualiser atau yang sering disebut EQ. Dasar pembuatan sebuah EQ adalah frekuensi yang dibuat berkisar antara 20 Hz – 20 kHz, dimana rentang frekuensi ini adalah frekuensi yang dapat diterima oleh pendengaran manusia. Frekuensi yang berada di bawah atau di atas rentang frekuensi tersebut tidak dapat didengarkan manusia.

Dari pengertian di atas EQ dapat dibagi menjadi 2 jenis yaitu:


GRAPHIC EQ

EQ ini terdiri dari beberapa slider (seperti fungsi fader volume pada mixer tetapi memiliki ukuran yang lebih kecil, dapat dinaikkan atau diturunkan) mulai dari 10, 15 atau 31 buah. Masing-masing slider ini memiliki indikator frekuensi yang dapat dinaikkan (boost) atau diturunkan (cut) sama seperti sebuah grafik.

Fitur yang pertama yang sering disertakan dalam grafik EQ ini adalah Range, biasanya terdapat 2 knob yang bertuliskan angka 12 atau 15 dB dan 6 dB. Fungsi dari knob 12 atau 15 dB ini sering dipakai untuk menyiasati teknik ekualisasi untuk aplikasi monitor speaker dan knob 6 dB sering dipakai untuk teknik ekualisasi yang lebih soft untuk aplikasi speaker utama.

Fitur kedua adalah HPF atau sering disebut High Pass Filter. Fungsinya sama dengan fitur HPF yang ada pada mixer.

Yang ketiga adalah LPF atau sering disebut Low Pass Filter, atau yang juga sering disebut High Cut. Knob ini biasanya memotong rentang frekuensi antara 8 – 10 kHz.

Berikutnya adalah knob Bypass. Sesuai dengan namanya knob ini sering digunakan untuk mengetahui perbandingan antara sistem yang menggunakan EQ dan sistem yang tidak menggunakan EQ.

Yang terakhir adalah Master Volume, yang berfungsi untuk mengontrol seluruh level frekuensi dari sebuah sinyal.


PARAMETRIC EQ

 

Jenis EQ yang kedua adalah Parametric EQ, yang terdiri dari hanya beberapa bagian dari EQ, entah itu sejumlah 3,4,5 atau 6 bagian. Yang jelas prinsip pembagian yang dipakai dari EQ jenis ini adalah berdasarkan 3 pembagian dasar frekuensi yaitu low, mid, hi. Dari ketiga klasifikasi ini terdapat fitur tambahan yang dibuat oleh pabrikan pembuat EQ, yaitu fitur frekuensi dan Q.

Fungsi fitur frekuensi sering ditambahkan untuk menambah detil dari salah satu dari frekuensi low atau mid atau hi. Sebagai contoh, untuk menambah detil frekuensi dari suara vokal manusia, sering ditambahkan (boost) frekuensi antara 6 – 8 kHz sebesar 1 dB atau 2 dB. Contoh yang lain adalah untuk mengurangi suara popping yang dihasilkan dari mic, frekuensi antara 80 – 100 Hz dikurangi (cut) sebesar 6 dB.

Fitur tambahan yang berikutnya adalah curve shapeness atau yang lebih dikenal dengan istilah Q. Fitur ini berfungsi untuk memperlebar atau mempersempit karakteristik dari sebuah frekuensi. Sebagai contoh, bila EQ jenis ini dipakai pada aplikasi monitor speaker, maka sering kali digunakan Q yang relatif tinggi atau sering disebut high Q atau narrow band reject mode, artinya ada frekuensi-frekuensi tertentu yang dipotong untuk mengurangi feedback yang ditimbulkan dari speaker.

Compressor & Gate

Compressor & Gate

Peralatan berikutnya yang sering digunakan pada sebuah sistem tata suara adalah compressor/limiter/noise gate. Pada beberapa merek pembuat alat ini, ketiga jenis fitur ini dibuat terpisah antara compressor/limiter dan noise gate, tetapi ada juga yang dijadikan satu.Menurut Davis & Jones, pengertian compressor dan limiter adalah sinyal prosesor yang berfungsi mengurangi rentang dinamis dari sebuah sinyal. Limiter didesain untuk mengurangi peningkatan level input yang dapat menghasilkan peningkatan level output di atas threshold.
Pengertian di atas memang sedikit rumit karena didasarkan pada teori yang sebenarnya dari fungsi compressor/limiter.
Nah, pengertian yang sederhana dari compressor dan limiter menurut Fry adalah: “Basically what these do is keep an eye (or should that be ear?) on signal levels, stopping them from getting any louder than the level you set (the Threshold). A compressor puts a gentle “squeeze” on excess level, whereas a limiter hits it on the head with a hammer!”
Knob-knob fungsi yang terdapat dalam sebuah compressor/limiter adalah:
  • Threshold
Knob ini memiliki level yang bervariasi pada saat alat ini memulai untuk memodifikasi sinyal dinamik dari suatu sumber bunyi. Semakin kecil level yang diset untuk menentukan threshold (kurang dari 0 dB) maka suara akan semakin “mengecil” demikian pula sebaliknya.
  • Ratio
Knob ini menentukan seberapa sinyal yang akan “ditekan” pada saat mencapai threshold. Biasanya knob ini memiliki beberapa variasi mulai dari tanpa kompresi (1:∞), kompresi yang lebih soft ( 2:1 sampai 3:1), kompresi medium (3:1 sampai 6:1), kompresi yang lebih berat (6:1 sampai 8:1) dan hard limiting (10:1 sampai ∞:1). Cara membaca ratio yang lebih mudah seperti ratio kompresi 3:1, artinya input level sebesar 3 dB akan dikompresi sedemikian sehingga output level menjadi 1 dB. Karena suara akan lebih mengecil maka perlu disesuaikan output gain dari compressor/limiter yang digunakan untuk disesuaikan dengan kebutuhan yang ada.

  • Output/Output Gain
Knob ini mengontrol output gain dari compressor yang dipakai. Sebagai contoh, apabila digunakan threshold yang rendah dan rasio sebesar 10:1, maka volume secara keseluruhan dari sebuah sinyal akan hilang. Untuk mengatasi hal ini maka knob ini digunakan untuk “menaikkan” volume yang “tertekan” tanpa harus merasa was-was sinyal yang akan dikeluarkan over.
Perhatian!!! Jangan menaikkan output gain dari compressor lebih dari 3 sampai 4 dB di atas gain unity (0 dB) dari level mixer kecuali Anda memiliki kemampuan ekualisasi yang sangat baik.

  • Attack & Release
Knob attack berarti seberapa cepat compressor akan bereaksi untuk mengurangi sinyal dan knob release berarti seberapa cepat compressor akan bereaksi untuk kembali ke normal. Dalam bahasa yang lebih sederhana, knob attack berfungsi untuk mengukur seberapa cepat sinyal yang “tertutup” dan knob release berfungsi untuk mengukur seberapa cepat sinyal yang “terbuka” kembali.
Satu pertanyaan yang mungkin timbul dalam benak Anda, “Dimanakah alat ini diaplikasikan?” Compressor/limiter dapat dipakai di semua bagian dalam sistem tata suara terutama sebelum rangkaian pre-amp mic atau sebelum rangkaian power amp.
Bila ditempatkan pada rangkaian sebelum pre-amp mic, maka aplikasi compressor/limiter berfungsi untuk melakukan kompresi pada sinyal yang berlebihan atau menaikkan sinyal yang terlalu “lemah” atau dapat membantu agar sinyal yang terdengar lebih tight atau punchy.
Bila ditempatkan pada rangkaian sebelum power amp maka alat ini lebih banyak berfungsi sebagai limiter untuk melindungi rangkaian power amp dan speaker agar tidak menjadi berlebihan yang dapat mengakibatkan rusaknya rangkaian tersebut. Aplikasi yang terakhir lebih sering digunakan apabila pemakaian alat ini tidak terdistribusi secara rata per channel pada mixer/mic pre-amp. Memang diperlukan biaya yang tidak sedikit agar tiap channel dapat memakai aplikasi alat ini, karena kebanyakan alat ini hanya tercipta sebanyak dua channel bahkan satu channel saja.

Bisa dikalkulasi untuk pemakaian 16 channel mixer, akan dipakai sebanyak 8 unit dual compressor/limiter. Bila 1 unit dual compressor/limiter yang termurah seharga Rp 2.000.000,00 maka dapat dihitung berapa anggaran yang harus kita anggarkan.


Untuk itu, beberapa pabrik pembuat alat ini menciptakan pula 4 channel compressor/limiter atau yang dikenal dengan nama Quad Compressor/Limiter. Pemakaian alat ini akan menghemat pemakaian unit barang yang akan dipakai, tetapi harganya pun tidak akan dapat menjadi lebih hemat bahkan akan menjadi lebih banyak.

Loudspeaker Management System


Peralatan berikutnya yang paling vital adalah crossover. Sesuai dengan namanya, alat ini digunakan untuk memisahkan frekuensi rendah, menengah atau tinggi atau bila diaplikasikan pada speaker alat ini memiliki beberapa varian seperti:
  • 2-way crossover artinya alat ini hanya memisahkan frekuensi low dan high saja
  • 3-way crossover artinya alat ini memisahkan frekuensi low, mid dan high
  • 4-way crossover artinya alat ini memisahkan frekuensi low, low mid, high mid dan high atau frekuensi sub, low, high dan super high.

Semakin banyak pemisahan sinyal maka frekuensi yang tercacah akan semakin detil dan secara otomatis akan memerlukan lebih banyak power amp yang dipakai untuk men-drive speaker yang dimaksud.

Pada era digital ini, analog crossover lebih jarang dipakai untuk keperluan yang lebih rumit. Banyak yang lebih menggunakan digital crossover yang memiliki fitur yang lebih lengkap selain fitur crossovernya sendiri, diantaranya fitur compressor/limiter, ekualisasi baik yang grafik atau yang parametrik, delay alignment dan lain-lain. Untuk itu sering digunakan istilah LMS atau Loudspeaker Management System sebagai pengganti istilah crossover.
Perhatian!!! Perhatikan spesifikasi speaker sebelum melakukan setting crossover, agar tidak terjadi speaker blow-out atau putus

 

Mungkin timbul satu pertanyaan yang sering kita jumpai, “Apakah memang dalam sebuah sistem diperlukan sebuah crossover?” Jawabannya adalah tergantung dari sistem itu sendiri.
Bila sistem yang kita pakai adalah sebuah sistem yang hanya terdiri dari 2 box speaker yang masing-masing box terdiri dari 1 unit loudspeaker 15” dan 1 unit loudspeaker 1”/2”, sebuah mixer console dan beberapa mic, maka jawaban dari pertanyaan di atas adalah
tidak perlu dipakai sebuah crossover karena biasanya dalam sistem speaker tersebut sudah terdapat crossover pasif yang tertanam dalam sistem speaker tersebut.
Bila jenis speaker yang digunakan lebih kompleks dari sistem sederhana yang telah disebutkan di atas, misal terdapat 2 box speaker yang berisi 2 unit loudspeaker 18” dan 2 box speaker yang berisi masing-masing loudspeaker 15” dan 1 unit loudspeaker 1”/2” maka jawaban dari pertanyaan di atas adalah
sangat diperlukan pemakaian sebuah crossover.
Lalu timbul lagi pertanyaan yang lainnya, “Mengapa crossover diperlukan untuk sebuah sistem yang lebih rumit?” Jawaban yang dapat diberikan adalah karena masing-masing komponen speaker memiliki kapasitas frekuensi yang berbeda-beda, seperti:

  • Komponen loudspeaker yang berukuran 18” atau 15” biasanya dipakai untuk SUB atau LOW speaker
  • Komponen loudspeaker berikutnya yang berukuran 15”, 12” atau 10” biasanya dipakai untuk LOW MID atau MID speaker
  • Sebuah compression driver yang berukuran antara 1” – 2” dan sebuah horn dipakai untuk HIGH MID atau HIGH speaker

Bila sebuah crossover tidak dipakai dalam sebuah sistem sedangkan pada sistem tersebut terdapat 3 jenis komponen speaker tersebut maka yang terjadi adalah suara yang dihasilkan tidak dapat terdefinisi dengan baik atau bahkan akan mengakibatkan terjadinya speaker blow-out alias putus.
Salah satu alasan logis yang dapat dijadikan acuan adalah loudspeaker yang berukuran 18” tidak didesain untuk menerima frekuensi tinggi dan demikian dengan compression driver yang secara ukuran lebih kecil, tidak didesain untuk menerima frekuensi rendah.
Oleh karena itu, dalam membangun sebuah sistem tata suara yang baik, salah satu pertimbangan yang perlu kita lakukan adalah pada saat instalasi sistem tersebut adalah saat pemasangan kabel speaker pada power amp dan proses setting dari crossover itu sendiri. Satu kesalahan yang terjadi pada saat proses instalasi maka akan mengakibatkan terjadinya kerusakan seluruh sistem yang dapat merugikan kita secara materi.
Alat berikutnya adalah power amp atau yang lebih dikenal sebagai amplifier. Alat ini dipakai untuk men-drive sebuah atau beberapa speaker sekaligus. Beberapa pabrikan yang memproduksi alat ini selalu mencantumkan kapasitas yang dapat dipakai untuk men-drive sebuah speaker, seperti contoh sebuah power merek X dalam tabel berikut:
Tabel 1.1:
8 Ω
4 Ω
2 Ω
Load impedance
280 W
450 W
650W
Arti dari tabel di atas adalah sebagai berikut:
  1. Power amp tersebut memiliki kapasitas impedansi transfer daya maksimum sebesar 2 ohm yang dapat men-drive speaker dengan daya sebesar 650 WPada impedansi minimum sebesar 8 ohm, speaker yang dapat di-drive oleh power amp ini sebesar 280 W. Berarti jika impedansi speaker sudah sesuai dengan impedansi minimum yang ditransfer oleh power amp maka speaker yang dipasang pada power ini setidaknya berkapasitas 280 W dengan toleransi ± 20% dari kapasitas power amp.
  2. Bila kapasitas speaker terlalu berlebihan dari kapasitas power amp maka yang terjadi adalah under powered, yang dapat mengakibatkan power amp blow-out atau bahkan dapat mengakibatkan speaker juga putus. Demikian juga sebaliknya, jika kapasitas speaker lebih kecil dari kapasitas power amp maka yang terjadi adalah over powered, yang juga dapat mengakibatkan speaker putus atau power amp terjadi blow-out.
 
Perhatikan!! Karakteristik suara yang dihasilkan antara impedansi 8 ohm, 4 ohm atau 2 ohm sangat berbeda. Dari contoh tabel di atas, daya yang dihasilkan oleh impedansi 4 ohm jauh lebih besar daripada impedansi 8 ohm. Demikian juga dengan impedansi 2 ohm. Menurut Fry, problem yang sering dihadapi oleh sebuah power amp adalah panas. Sebagai bukti, ketika power amp sedang beroperasi, yang kita temui adalah panas. Kadang menjadi sangat panas. Ketika power amp berfungsi pada impedansi 8 ohm maka terjadi panas yang dihasilkan secara elektronis, sedangkan apabila berfungsi pada impedansi yang lebih kecil (seperti 4 ohm atau ekstrem 2 ohm) maka panas yang terjadi lebih besar daripada ketika power amp ini berfungsi pada impedansi 8 ohm. Oleh karena itu, dalam sebuah power amp yang baik biasanya disertakan fan pendingin yang sangat berkualitas ditambah dengan komponen-komponen elektronis yang lebih rumit hanya untuk “mengurangi” panas yang ditimbulkan oleh power amp tersebut.