April 18, 2009
Kesehatan Jiwa Bagian Yang Integral Dari Kesehatan
Berbagai perubahan yang sangat cepat telah terjadi dalam masyarakat Indonesia. Transformasi dari masyarakat agraris ke masyarakat industri, transformasi demografik dari struktur penduduk usia muda ke usia lanjut dan proses urbanisasi. Hal ini mendorong terjadinya transisi epidemiologis masalah kesehatan termasuk di dalamnya masalah kesehatan jiwa yang muncul dalam bentuk ketergantungan zat psikoaktif, penyebaran yang cepat HIV/AIDS yang terkait dengan perilaku seksual dan tindak kekerasan baik dalam rumah tangga maupun di masyarakat.
Kesehatan jiwa merupakan bagian yang integral dari kesehatan. Kesehatan jiwa bukan sekedar terbebas dari gangguan jiwa, akan tetapi merupakan suatu hal yang dibutuhkan oleh semua orang. Kesehatan jiwa adalah perasaan sehat dan bahagia serta mampu mengatasi tantangan hidup, dapat menerima orang lain sebagaimana adanya, serta mempunyai sikap positif terhadap diri sendiri dan orang lain. Orang yang sehat jiwa dapat mempercayai orang lain dan senang menjadi bagian dari suatu kelompok.
Demikian penegasan Menkes Dr. dr. Siti Fadilah Supari, Sp.JP(K) dalam peringatan Hari Kesehatan Jiwa Sedunia 2005 yang diselenggarakan di Jakarta, Selasa 11 Oktober 2005. Hari Kesehatan Jiwa yang jatuh setiap tanggal 10 Oktober, kali ini mengambil Mental Health and Physical Across the Life Span (Sehat Jiwa dan Sehat Fisik Sepanjang Hayat). Kesehatan fisik tanpa kesehatan jiwa dan lingkungan yang mendukung, tidak akan dapat menghasilkan manusia yang mumpuni dan berkualitas.
Lebih lanjut Menkes menambahkan proses globalisasi dan pesatnya kemajuan teknologi informasi antar kawasan di dunia memberikan dampak terhadap nilai-nilai sosial dan budaya pada masyarakat. Krisis ekonomi yang sampai saat ini belum mereda telah menimbulkan dampak terjadinya pengangguran dan persaingan yang makin ketat dalam berbagai bidang, baik dalam pekerjaan maupun sekolah. Masyarakat dituntut untuk lebih cepat beradaptasi, namun tidak semua individu dalam masyarakat tersebut mempunyai kemampuan untuk beradaptasi terhadap perubahan-perubahan yang terjadi. Kondisi demikian sangat rentan terhadap terjadinya stress, anxietas, konflik, ketergantungan terhadap zat psikoaktif, perilaku seksual yang menyimpang, serta masalah-masalah psikososial lainnya.
Data dari UNDP tahun 2002 mencatat bahwa Indeks Pembangunan Manusia (HDI) di Indonesia masih menempati urutan ke 112 dari 180 negara. Tingkat kesehatan, pendidikan serta pendapatan penduduk Indonesia memang belum sesuai dengan harapan kita.
Selama ini program kesehatan hanya terfokus pada kesehatan fisik, sementara kesehatan jiwa tampaknya terabaikan. Tenaga kesehatan lebih banyak memberikan perhatian pada persalinan yang aman, mencegah tetanus, menyusui anak, memberi gizi yang seimbang dll. Dengan melakukan upaya-upaya tersebut kita menganggap bayi akan hidup sehat dan perkembangan psikososial akan terjadi dengan sendirinya secara alamiah. Hal ini tidak sepenuhnya benar terutama bila anak tidak diasuh oleh ibu/pengganti ibunya, sehingga pada akhirnya kita akan mendapatkan perkembangan fisik yang baik, tapi ternyata mempunyai masalah kesehatan jiwa seperti autisme, ketergantungan zat psikoaktif, perilaku agresif dan lain-lain.
Kesehatan jiwa tidak didapat dengan sendirinya, tapi perlu dilakukan upaya untuk selalu meningkatkan derajat kesehatan jiwa. Pendidikan seharusnya tidak hanya menekankan pada pengetahuan dan peningkatan intelektual semata, tetapi juga perlu meningkatkan perkembangan psikososial, termasuk aspek emosi, sosial dan moral. Hal ini dapat dicapai dengan adanya kebijakan kesehatan jiwa nasional yang juga menekankan pada perkembangan psikososial anak dan memperkenalkan pendidikan keterampilan hidup (life skill education) dalam program sekolah. Perlu pula dikembangkan program pencegahan penyalahgunaan NAPZA.
Pendidikan keterampilan hidup bertujuan untuk memberikan pendidikan kesehatan yang efektif dan untuk meningkatkan kemampuan sosial anak. Keterampilan hidup adalah keterampilan yang dapat dipelajari pada setiap tingkatan umur dan diterapkan secara umum dalam mengatasi berbagai tantangan yang mungkin ditemukan dalam kehidupan. Keterampilan tersebut meliputi : penyelesaian masalah, berfikir kritis, cara berkomunikasi, penyadaran diri, cara menghadapi stress, mengambil keputusan, berfikir kreatif, keterampilan interpersonal, berempati, dan �coping� terhadap emosi. Mempelajari keterampilan ini akan menyebabkan seseorang menjadi lebih matang dan lebih pandai menghadapi tantangan dalam kehidupan.
Menkes mengingatkan mutu sumber daya manusia tidak dapat diperbaiki hanya semata-mata dengan pemberian gizi seimbang. Kita harus mulai dari dasar dengan melihat bahwa manusia selalu terdiri dari tiga aspek yaitu organo biologis (fisik/jasmani), psikoedukatif (mental-emosional/jiwa) dan sosiokultural (sosial-budaya/lingkungan). Apabila ingin memperbaiki mutu sumberdaya manusia, maka ketiga aspek tersebut harus diperhatikan. Jika salah satu dari ketiga aspek tersebut terabaikan, maka upaya kita hanya tinggal sebagai harapan belaka yang mungkin tidak pernah akan tercapai.
Menkes menyambut gembira adanya inisiatif untuk mengundang para pelajar SMP, SMA, mahasiwa perguruan tinggi serta Kepala Sekolah / Guru dari SMP dan SMA dan Komite Sekolah, pada acara puncak Hari Kesehatan Jiwa Sedunia ini dan berharap keikutsertaan para pelajar, mahasiswa, para guru serta komite sekolah ini akan secara dini mengenal kesehatan jiwa dan berupaya untuk meningkatkan kesehatan jiwa mulai dari lingkungan sekolah dan kampus. Acara ini akan diisi oleh beberapa narasumber, diantaranya Prof. dr. Farid Anfasa Moeloek, Sp.OG yang mengangkat Peran Dokter dalam Pengembangan Pelayanan Kesehatan Jiwa dan seniman Butet Kertaradjasa. Acara ini yang juga dihadiri Perwakilan WHO, AUSAID, USAID, JICA.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
komentar anda disini!!